{"id":3978,"date":"2013-12-19T12:15:33","date_gmt":"2013-12-19T05:15:33","guid":{"rendered":"http:\/\/www.duaransel.com\/?p=3978"},"modified":"2013-12-19T12:15:33","modified_gmt":"2013-12-19T05:15:33","slug":"kampong-khleang-floating-village-tonle-sap-cambodia","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/www.duaransel.com\/asia\/cambodia\/kampong-khleang-floating-village-tonle-sap-cambodia\/","title":{"rendered":"Sepercik Warna Kamboja"},"content":{"rendered":"
\"Angkor<\/a>

Angkor Wat | Sunrise | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Tidak jauh dari Angkor Wat di Cambodia, terletak sebuah danau raksasa bernama Tonle Sap. Di musim kemarau saja, danau ini seluas dua kali Danau Toba, yang merupakan danau terluas di Indonesia. Di musim penghujan? Air naik, badan danau membengkak hingga lima kali lipatnya, menjadi sebuah danau maha luas seukuran tiga kali Pulau Bali!<\/p>\n

\"Kampong<\/a>

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Karena luasnya ini, tak heran kalau jumlah terbesar ular air tawar di Asia Tenggara terdapat di sini. Danau ini juga menjadi rumah bagi Mekong giant catfish, ikan air tawar terbesar di dunia yang panjangnya bisa mencapai 3 meter, juga buaya Siam yang kini hampir punah di alam bebas.<\/p>\n

\"Bocah<\/a>

Bocah dan kapalnya | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

Namun Tonle Sap bukan hanya rumah untuk buaya siam, lele raksasa, ular air dan spesies-spesies akuatik lainnya. Tonle Sap juga rumah bagi ratusan ribu manusia yang hidup di perkampungan terapung di atasnya.<\/p>\n

Siang hari itu kami memutuskan untuk meninjau perkampungan terapung* itu.<\/p>\n

\"Ibu<\/a>

Ibu | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

Dari sekian banyak perkampungan terapung di Tonle Sap, Kampong Phluk adalah yang paling terkenal bagi para turis. Kecantikan dan keunikan perumahan terapung dan hutan terapungnya, digabungkan dengan letaknya yang hanya 1 jam berkendara tuktuk saja dari Siem Reap, menjadikan Kampung Phluk ini menjadi sasaran wisata ideal.<\/p>\n

\"Kehidupan<\/a>

Kehidupan sehari-hari | Kampong Khleang | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Namun sayangnya, kami mendengar berbagai komentar negatif dari orang-orang yang pernah mengunjunginya. Preman-preman menipu turis dengan kedok donasi untuk kesejahteraan rakyat setempat yang miskin. Interaksi dengan orang lokal pun sulit berlangsung secara alami, saat turis hanya dipandang sebagai kantung uang. Anak-anak kecil mengelilingi para turis dan menyapa tidak dengan “hello” atau “susdai” (hello dalam bahasa Khmer), melainkan dengan sapaan “one dollar, one dollar”.*<\/p>\n

\"Best<\/a>

Best friends | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

Kami bukan sekedar ingin melihat kecantikan desa apung. Kami ingin meninjau kehidupan mereka yang sesungguhnya. Yang apa adanya.<\/p>\n

\"Kampong<\/a>

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Kami pun memutuskan untuk pergi ke Kampong Khleang yang jaraknya 2 kali lipat. Dengan harapan bahwa kampung ini belum dikomersialisasikan untuk wisata, sehingga kami bisa melihat kehidupan rakyat di atas danau apa adanya.<\/p>\n

\"Istirahat<\/a>

Istirahat | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

Setelah lebih dari 2 jam perjalanan, tuktuk berhenti di sebuah dermaga kecil. Dermaga khusus turis! Mereka minta harga 30 dolar per orang untuk sightseeing boat trip selama 1 jam. 30 dolar! Harga yang untuk ukuran wisata di Eropa dan Amerika pun sudah termasuk mahal.<\/p>\n

Karena sepi, mereka menurunkan harga hingga $25 per orang. Masih mahal.<\/p>\n

Pasti ada alternatif lain.<\/p>\n

\"Bekerja<\/a>

Bekerja | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

Ini hanya dermaga untuk turis saja. Di mana kapal masyarakat lokal berlabuh?<\/p>\n

Di mana kah Kampong Khleang -nya sendiri? Dari tadi kami belum lihat. Apakah ada akses darat ke kampung tersebut? Apakah tuktuk kami bisa ke sana? Ataukah kampung tersebut telah terendam air danau sehingga hanya bisa dicapai oleh kapal?<\/p>\n

\"Di<\/a>

Di dalam shrine, bukannya patung Buddha, namun figure ini. Siapa kah dia? | Kampong Khleang | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Namun tak mungkin kan, jika yang ada hanya dermaga turis, tak ada kehidupan orang lokal. Pastinya ada pemukiman rakyat di dekat sini. Atau jika desanya memang nun jauh di danau, meskipun akses jalanan darat telah terendam, pasti lah ada dermaga – sesederhana apa pun – untuk orang lokal.<\/p>\n

Dan lagi, jalanan masih belum terputus air. Kami minta pak tuktuk kami untuk meneruskan perjalanan, mencari kampung yang dimaksud.<\/p>\n

\"Home<\/a>

Home | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

Dan ia menolak keras!<\/p>\n

Ia bersikeras bahwa ini adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan. Naik kapal turis seharga $30 per orang. Tidak ada transportasi lain, tak ada transportasi lokal ke desa, tak ada jalan darat ke desa.<\/p>\n

\"Kampong<\/a>

Kampong Khleang floating village | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Kami menunjuk ke arah jalan. Bagaimana kalau meneruskan perjalanan?<\/p>\n

Dia bersikeras tidak akan menyetir lebih jauh dari dermaga ini. Sementara kami melihat berbagai kendaraan melewat. Tentunya, ada sesuatu di sana.<\/p>\n

\"Tiga<\/a>

Tiga bersaudara sedang bermain di beranda rumah | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

Pak tuktuk ngotot tak mau. Tak bisa. Tak mungkin. tak boleh.<\/p>\n

Akhirnya kami mengerti: Ia tak ingin komisi dari kapal sightseeing turis melayang.<\/p>\n

\"Menyisik<\/a>

Menyisik ikan | Kampong Khleang | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Akhirnya ia bersedia mengantar kami jika kami membayar $5 ekstra. Dengan alasan desanya sangat jauh. Ia tak mau ditawar, dan kami pun akhirnya setuju.<\/p>\n

\"Kuil<\/a>

Kuil di atas danau | Kampong Khleang | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Ternyata pak tuktuk bohong. Jarak jauh ekstra $5 itu ternyata tidak sampai 3 menit dengan tuktuk! Jalan kaki pun sebenarnya bisa. Hanya saja kami tak tahu kalau bakal sedekat itu. Tadi juga tak ada seorang pun yang bisa ditanya. Percuma, semua orang berusaha keras menaikkan kami ke kapal turis $30.<\/p>\n

Kami pun tersadar. $5 yang pak tuktuk minta sebenarnya bukan untuk bahan bakar dan waktu ekstra, namun untuk menutupi komisi yang tak jadi ia dapatkan dari dermaga kapal turis!<\/p>\n

\"Sunset<\/a>

Sunset | Kampong Khleang | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

Namun tak apa lah, karena tujuan kami semula, mengunjungi sebuah desa terapung dengan kehidupan yang masih autentik, terpenuhi.<\/p>\n

And that’s where the magic began!<\/p>\n

\"Nelayan<\/a>

Nelayan desa, Pak Tuktuk, dan Ryan | Kampong Khleang | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

<\/div>\n

How to get there?<\/p>\n

1. Dari Siem Reap ke Kampong Khleang bisa naik tuktuk. Tawar. Kami dapat harga $18 pp + tunggu.
\n2. Kalau kalian ingin ke Kampong Khleang, mungkin harus ngotot ke pak tuktuk-nya. Kalau nggak, dibawa ke Kampong Phluk.
\n3. Waktu perjalanan 2-3 jam one way. Mau lihat sunset? berangkat siangan saja.
\n4. Tuktuk akan mengantar ke dermaga turis, di mana tersedia sighseeing boat tour untuk turis ($25-30 per orang). Jika ingin ke desanya sendiri, minta untuk terus. Desa tersebut terletak tak sampai 5 menit dari dermaga.
\n5. Di desa, bisa minta penduduk antar sightseeing dengan kapal mereka. Saat itu kami menawarkan $10 per orang untuk 1 jam, langsung dikasih. Mungkin kalian bisa coba $5 per orang atau $10 per kapal.<\/p>\n

\"Kuil<\/a>

Kuil dan tanah pekuburan | Kampong Khleang | Xperia Z1<\/p><\/div>\n

<\/div>\n

Oh ya,<\/p>\n

Sebagian besar foto di sini diambil pakai Smartphone Sony Xperia Z1<\/a>. Untung pake HP yang satu ini, soalnya pas motret dari kapal, sempat tersiram gelombang kapal lain lewat sehingga basah kuyup. Pak kapal dan pak tuktuk (yg ikutan sightseeing) sampai sempat panik. Untungnya Xperia Z1 kan waterproof :p.
\nTips tambahan, kalau pakai Xperia Z1 untuk situasi alam yang rugged, bisa ditambahkan tali supaya ga gampang jatuh.<\/p>\n

\"Best<\/a>

Best friends | Kampong Khleang<\/p><\/div>\n

*Perkampungan terapung – lebih tepatnya disebut perkampungan di atas tonggak.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Sebuah kampung di atas danau raksasa Cambodia<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":3985,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[329],"tags":[355,321,387,311,331,312,332,330],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/3978"}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=3978"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/3978\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/media\/3985"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=3978"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=3978"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.duaransel.com\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=3978"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}